Senin, 15 Desember 2014

Kaidah Hukum dan Norma Hukum di Indonesia

KAIDAH & NORMA HUKUM DI INDONESIA
Telah diketahui bahwa disamping norma/kaedah kepercayaan atau keagamaan, norma kesusilaan dan norma sopan santun masih diperlukan norma hukum. norma hukum ini melindungi lebih lanjut kepentingan-kepentingan manusia yang sudah mendapat perlindungan dari ketiga kaedah lainnya dan melindungi kepentingan-kepentingan manusia yang belum mendapat perlindungan dari ketiga kaedah tadi.
Norma hukum ditujukan terutama kepada pelakunya yang konkrit yaitu dipelaku pelanggaran yang nyata-nyata berbuat, bukan untuk penyempurnaan manusia, melainkan untuk ketertiban masyarakatagar masyarakat tertib, agar jangan sampai jatuh korban kejahatan, agar terjadi kejahatan.
Kaidah hukum berasal dari luar manusia. Kaidah hukum berasal dari kekuasaan luar diri manusia yang memaksakan kepada kita (heteronom), masyarakatlah secara resmi diberi kuasa untuk memberi sanksi / menjatuhkan hukuman

A.    Perihal Norma Hukum
        Norma atau kaidah merupakan pelembagaan nilai-nilai baik dan buruk dalam bentuk tataaturan yang berisi kebolehan, anjuran dan perintah.
Norma adalah suatu ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam hubungannya dengan sesamanya ataupun dengan lingkungannya. Dalam perkembangannya norma diartikan sebagai suatu ukuran atau patokan bagi seorang untuk bertindak atau bertingkah laku dalam masyarakat, jadi inti suatu norma adalah segala aturan yang harus dipatuhi.
Apabila ditinjaau dari segi etimologinya, kata norma itu sendiri berasal dari bahasa latin, sedangkan kaedah berasal dari bahasa arab. Norma berasal dari kata nomos yang berti nilai kemudian dipersempit maknanya menjadi norma hukum. Sedangkan kaidah dalam bahsa arab qo’idah berarti ukuran atau nilai pengukur. Jika pengertian norma atau kaedah sebagai pelembagaan itu dirinci, kaedah atau norma yang dimaksud dapat berisi:
·         kenbolehan atau yang dalam bahasa arab disebut ibahah, mubah.
·         Anjuran positif untuk melakukan sesuatu atau dalam bahasa arab disebut sunnah.
·         Anjuran negatif untuk tidak mengerjakan sesuatu atau dalam bahsa arab disebut makruh.
·         Perintah positif untuk melakukan sesuatu atau kewajiban (obligattere)
·         Perintah negatif untuk tidak melakukan sesuatu.

Dalam teori yang dikenal dalam dunia barat, norma-norma tersebut biasanya hanya digambarkan atas tiga macam saja yaitu, obligattere, prohibere, permittere. Akan tetapi di Indonesia dengan meminjam teori hukum fiqih, menurut Profesor Hazairin[1], norma terdiri atas lima macam, yaitu:
a.       Halal atau mubah (permittere)
b.      Sunah
c.       Makruh
d.      Wajib (obligattere)
e.       Haram (prohibere)

Dalam sistem ajaran islam, kelima kaedah tersebut sama-sama disebut sebagai norma agama. Akan tetapi jika diklasifikasikan, ketiga sistem norma agama (dalam arti sempit) sistem norma hukum dan sistem norma etika (kesusilaan) dapat saja dibedakan satu sama lain. Norma etika dapat dikatakan hanya menyangkut kaidah mubah  (permittere), sunnah dan makruh saja, sedangkan norma hukum berkaitan dengan kaedah mubah (permittere, mogen) kewajiban atau suruhan (obligattere, gebot) dan larangan (prohibere, verbod).
Kaidah kesusilaan yang dipahami sebagai etika dalam arti sempit hanya dapat dimengerti  sebagai kaedah yang timbul dalam kegidupan peribadi (internal life)[2]. Karena itu, kaedah semacam itu disebut juga dengan kesusilaan peribadi.
            Norma hukum dapat dibentuk secara tertulis maupun tidak tertulis oleh lembaga-lembaga yang berwenang membentuknya, sedangkan norma-norma moral, adat, agama, dan lainnya, terjadi secaratidak tertulis tetapi tumbuh dan berkembang dari kebiasaan-kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat.
                Kaidah atau norma hukum mempunyai sumber legitimasi dan sumber kekuatan mengikat pada adanya norma hukum yang lebih tinggi, yang dijabarkan dalam kaidah hukum yang lebih rendah, yang dilakukan oleh badan yang memiliki kewenangan dan kekuasaan yang berhak memaksakan akibat atau sanksi terhadap suatu pelanggaran norma hukum, diluar kehendak orang itu. Dengan demikian terdapat alat-alat kekuasaan untuk memaksakan ketaatan terhadap norma hukum. Dari sudut asal-usul, sesuai dengan pendirian aliran positivisme, maka kaidah hukum tersebut merupakan kehendak pemegang kekuasaan, yang dituangkan dalam bentuk perundang-undangan. Tindakan kemauan atau kehendak yang dirumuskan menjadi norma, agar menjadi sah keberadaannya mensyaratkan adanya satu badan yang mempunyai kekuasaan atau kewenangan untuk itu, sebagaimana sering dikatakan bahwa “tiada imperatif tanpa seorang (suatu) imperator, tiada komando tanpa seorang komandan[3]. Akan tetapi kaidah atau norma hukum adat dan kebiasaan, sebagaimana menjadi kenyataan pengalaman kita sendiri merupakan norma yang sangat berbeda dilihat dari segi asal-usul kelahirannya. Ia lahir dan berkembang dalam pergaulan hidup kemasyarakatan sendiri, yang berwujud dalam keputusan-keputusan primus inter-pares dalam penyelesaian sengketa yang dihadapkan kepadanya. Hukum itu tidak dibuat secara artifisial melainkan di temukan dalam relung jiwa rakyatnya[4].
       
B.     Statika dan Dinamika Sistem Norma
            Hans Kelsen mengemukakan adanya dua sitem norma, yaitu sistem noram yang statik (nomostatics) dan sistem norma yang dinamik (nomodynamics).
            Sistem norma yang statik adalah sistem yang melihat ‘isi’ norma. Menurut sistem norma yang statik, suatu norma hukum dapat ditarik menjadi norma-norma khusus. Sistem norma yang dinamik adalah sitem norma yang dilihat dari berlakunya suatu norma.

C.    Perbedaan Norma Hukum dan Norma Lainnya
Diantara perbedaanya adalah sebagai berikut:
·         Suatu norma hukum itu bersifat heteronom, dalam arti bahwa norma hukum itu datangnya dari luar diri seseorang. Sedangkan norma hukum lainnya bersifat otonom, dalam arti norma itu datangnya dari dalam diri seseorang.
·         Norma hukum dapat didekati dengan sanksi pidana maupun sanksi secara fisik, sedangkan norma lainnya tidak dapat didekati oleh sanksi pidana maupun pemaksa secara fisik.
·         Dalam norma hukum sanksi pidana atau sanksi pemaksa itu dilaksankan oleh parat negara misalnya polisi, jaksa, hakim, sedangkan terhadap pelanggaran norma-norma lainnya sanksi itu datangnya dari diri sendiri, misalnya ada perasaan bersalah, perasaan berdosa.

D.    Norma Hukum Umum-Individual dan Norma hukum Abstrak-Konkreet
1.      Norma Hukum Umum dan Individual
            Norma hukum umum adalah suatu norma hukum yang ditujukan untuk orang banyak (addressatnya) umum dan tidak tertentu. Umum disini dapat berarti suatu bahwa peraturan itu ditujukan untuk semua orang. Norma hukum ini sering dirumuskan dengan, barang siapa, setiap orang, setiap warga negara, dll.
            Norma hukum individual adalah suatu norma hukum yang ditujukan pada seseorang, beberapa orang atau banyak orang yang telah tertentu, sehingga norma hukum yang individual dapat dirumuskan sebagai berikut: Para pengemudi bis kota Mayasari Bakti jurusan Blok M – Rawamangun yang beroperasi pada jam 7.00 sampai jam 8.00 pagi pada tanggal 1 Oktober 2006 ... dst

2.      Norma Hukum Abstrak dan Norma Hukum Konkret
                        Norma hukum abstrak adalah norma hukum yang melihat pada perbuatan seseorang yang tidak ada batasnya dalam arti tidak konkret. Norma hukum abstrak ini merumuskan suatu perbuatan itu secara abstrak. Norma hukum konkret adalah suatu norma hukum yang melihat perbuatan seseorang itu lebih nyata (konkret).
                        Dari sifat-sifat norma hukum umum-individual dan norma hukum yang abstrak-konkret, terdapat empat paduan kombinsai dari norma-norma tersebut, yaitu:
a.       Norma hukum umum-abstrak
Adalah suatu norma hukum yang ditujukan untuk umum dan perbuatannya masih bersifat abstrak. Dapat dirumuskan sebgai berikut:
·         Setiap warga negara dilarang mencuri
·         Setiap orang dilarang membunuh sesemanya

b.      Norma hukum umum-konkret
Adalah suatu norma hukum yang ditujukan untuk umum dan perbuatannya sudah tertentu. Dapat dirumuskan sebagai berikut:
·         Setiap orang dilarang membunuh si Badu dengan parang

c.       Norma hukum individul-abstrak
Adalah norma hukum yang ditujukan untuk seseorang atau orang tertentu dan perbuatannya bersifat abstra (belum konkret). Dirumuskan sebagai berikut:
·         Si Badu yang bertempat tinggal di Jl. Flamboyan No. 21 Jakarta dilarang mencuri

d.      Norma hukum individul-konkret
Adalah norma hukum yang ditujukan untuk seseorang atau orang tertentu dan perbuatannya bersifat konkret. Dirumuskan sebagai berikut:
·         Si Badu, umur 20 tahun dilarang merokok di kantor tempat ia bekerja.

E.     Norma Hukum Tunggal dan Norma Hukum Berpasangan
1.      Norma hukum tunggal
Norma hukum tunggal adalah suatu norma hukum berdiri sendiri dan tidak diikuti oleh suatu norma hukum lainnya, jadi isinya hanya merupakan suatu suruhan tentang bagaimana seseorang hendaknya bertindak atau bertingkah laku. Contoh perumusannya: hendaknya engkau berperikemanusian.
2.      Norma hukum berpasangan
Adalah norma hukum yang terdiri atas dua norma hukum, yaitu norma hukum sekunder naorma hukum primer.

a.     Norma hukum primer
             Adalah norma hukum yang berisi aturan/patokan bagaimana seseorang harus berperilaku dalam masyarakat. Biasanya dirumuskan: hendaknya engkau tidak mencuri, hendaknya engkau tidak menganiaya orang lain.

b.     Norma hukum sekunder
Adalah suatu norma hukum yang berisi tata cara penanggulangannya apabila norma hukum primer itu tidak terpenuhi atau dipatuhi. Norma hukum sekunder ini mengandung sanksi bagi seseorang yang tidak mematuhi suatu ketentuan dalam norma hukum primer. Biasanya dirumuskan dalam kalimat, hendaknya engkau yang mencuri dihukum, hendaknya engkau yang menganiaya orang lain dihukum paling lama 10 tahun penjara.


F.     Norma Hukum Dalam Peraturan Perundang undangan
Menurut D.W.P Ruiter, dalam kepustakaan di Eropa Kontinental, yang di maksud peraturan perundang undangan mengandung tiga unsur:
1.      Norma hukum(rechtsnorm)
Sifat norma hukum dalam peraturan perundang undangan dapat berupa:
·         Peeintah ( gebod)
·         Larangan (verbod)
·         Pengizinan (toestemming)
·         Pembebasan (vrijstelling)

2.      Berlaku ke luar (naar buiten warken)
Ruiter berpendapat bahwa, di dalam peraturan perundanga undangan terdapat tradisi yang hendak membatasi berlakunya norma hanya bagi mereka yang tidak termasuk dalam organisasi pemerintahan. Norma yang mengatur hubungan antar bagian-bagian organisasi pemerintahan dianggab bukan norma ysng sebenarnya, dan hanya di anggab norma organisasi. Oleh karena itu, norma hukum dalam peraturan perundang-undangan selalu disebut “berlaku ke luar”

3.      Bersifat umum dalam arti luas (algemeenheid in ruimezin)
Dalam hal ini terdapat pembedaan antara norma yang umum  dan yang individual, hal ini dilihat dari alamat yang dituju, yaitu ditujukan kepada siapa “setiap orang” atau kepada “orang tertentu”, serta antara norma yang abstrak dan konkret jika dilihat dari hal yang diaturnya, apakah mengatur peristiwa-peristiwa yang tidak tertentu atau mengatur peristiwa-peristiwa yang tertentu.
Menurut Ruiter, sebuah norma, (termasuk norma hukum) mengandung unsur-unsur berikut:
a.       Cara keharusan berperilaku (modus van behoren)
b.      Seorang atau sekelompok orang (normadressat) disebut subyek norma.
c.       Perilaku yang dirumuskan (normgedrag) disebut obyek norma
d.      Syarat-syaratnya (normcondities) disebut kondisi norma.



Sumber : http://noeryz.blogspot.com/2012/04/kaidah-norma-hukum-di-indonesia.html

Pengertian Peristiwa Hukum

A.  Pengertian Peristiwa Hukum
Menurut Chainnur Arrasjid dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Hukum (2008:132-133)Peristiwa hukum adalah suatu kejadian dalam masyarakat yang dapat menimbulkan akibat hukum yang dapat menggerakkan peraturan-peraturan tertentu sehingga peraturan yang tercantum di dalamnya dapat berlaku kongkrit.Misalnya suatu peraturan hukum yang mengatur tentang warisan karna kematian,akan tetap merupakan rumusan kata-kata yang abstrak sampai ada seseorang yang meninggal dunia dan menimbulkan masalah kewarisan dalam hal ini dengan adanya kematian orang berarti telah terjadi suatu peristiwa hukum karena kematian menimbulkan akibat yang di atur olehhukum dengan demikian peraturan tentang kewarisan itu dapat di wujutkan dalam peristiwa tersebut(peristiwa kematian).
Menurut Soedjono Dirdjosisworo dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum (2007:134) Demikian pula dengan perkawinan antara pria dan wanita akan membawa bersama dari peristiwa hukum itu hak-hak dan kewajiban-kewajiban baik untuk pihaklaki-laki yang kemudian bernama suami dengan serangkai hak-hak dan kewajibannya. Demikian pula dengan pihak wanita yang kemudian bernama istri dengan  serangkaian hak dan kewajibannya. Maka perkawinan ini hakikatnya adalah suatu peristiwa hukum.
          Dalam hukum dikenal 2 macam peristiwa hukum  yaitu sebagai berikut:
1. Perbuatan subjek hukum(persoon)yaitu berupa perbuatan manusia atau badan hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban.
2. Peristiwa lain yang bukan perbuatan subjek hukum.Contohnya:kelahiran, dan kematian,
          1. Perbuatan subjek hukum terbagi pula dalam dua macam, yaitu pebuatan hukum dan perbuatan lain yang bukan perbuatan hukum.   
1.Perbuatan hukum

Yang dikatakan sebagai perbuatan hukum adalah setiap perbuatan  yang akibatnya di atur oleh hukum dan akibat itu di kehendaki oleh yang melakukan perbuatan dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa unsur kehendak dari orang yang melakukan perbuatan itu menjadi suatu unsur pokok dari perbuatan tersebut.jadi suatu perbuatan yang akibatnya tidak di kehendaki oleh yang melakukannya bukanlah merupakan suatu perbuatan hukum

Perbuatan hukum terbagi pula dalam 2 macam,yaitu:
·         Perbuatan hukum dari segi satu (Eenzijdig)yaitu setiap perbuatan yang akibat hukumnya di timbulkan oleh kehendak dari satu subjek hukum atau satu pihak yang melakukan perbuatan itu,misalnya:perbuatan hukum yang di sebut dalam pasal 1875 KUHPerdata,yaitu perbuatan mengadakan surat wasiat.
·         Perbuatan hukum bersegi dua (tweezijdig) adalah setiap perbuatan yang akibat hukumnya ditimbulkan oleh kehendak dari dua subjek hukum atau dari dua pihak atau lebih.misalnya: suatu perjanjian (overeenkomst)
1.   Perbuatan lain yang bukan perbuatan hukum ada dua macam yaitu : zaakwaarnemming dan onrechtmatigedaad:
·         Zaakwaarnemming, yaitu perbuatan memperhatikan kepentingan orana lain dengan tidak diminta oleh orang ituuntuk memperhatikan kepentingannya.
·        Onrechtmatigedaad, yaitu perbuatan yang bertentangan dengan hukum.                   
      2. Perbuatan lain yang bukan perbuatan subjek hukum
    Dalam hal ini perlu dikemukakan beberapa contoh tentang peristiwa lain yang bukan merupakan perbuatan dari subjek hukum, yaitu kelahiran, kematian, dan lewat waktu.
·         Kelahiran
kelahiran menimbulkan langsung hak anak untuk mendapatkan pemeliharaan oleh orang tuanya (pasal 298 ayat (2) KUHPerdata)
·         Kematian
kematian seseorang, akan meninbulkan terbukanya warisan. Berdasarkan undang-undang, seluruh keluarga sedarah yang ditinggalkan berhak menjadi ahli waris dari orang yang meninggal tersebut serta sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak, dan segala piutang dari yang meninggal dunia. (pasal 830 dan 833 KUHPerdata)
·         Lewat Waktu
Lewat waktu ada dua macam, yaitu lewat waktu akuistif dan lewat waktu ekstinsif.Berdasarkan lewat waktu akuistif seseorang dapat memperoleh suatu hak sehabis masa tertentu dan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang telah dipenuhi.Sedangkan lewat waktu ekstinsif yaitu seseorang dapat dibebaskan dari suatu tanggung jawab (haftung) sehabis masa tertentu dan syarat- syarat yang telah ditentukan dalam undang-undang di penuhi.


Sumber : http://odaxtomcat416.wordpress.com/2013/10/28/makalah-subyek-hukum/

Sabtu, 13 Desember 2014

Pengertian Peristiwa, Akibat dan Perbuatan Melawan Hukum

PERISTIWA HUKUM

Peristiwa hukum ialah peristiwa kemasyarakatan yang membawa akibat yang diatur oleh hukum, atau Adalah “semua kejadian atau fakta yang terjadi dalam kehidupan masyarakat yang mempunyai akibat hukum. Contohnya : peristiwa perkawinan atau peristiwa jual beli barang.

Peristiwa hukum dibedakan menjadi :
1.   Peristiwa hukum karena perbuatan subjek hukum, yaitu suatu peristiwa hukum yang terjadi akibat perbuatan hukum, contohnya pembuatan wasiat, hibah.
2.   Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subjek hukum atau peristiwa hukum lainnya, yaitu peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat yg bukan merupakan akibat dari perbuatan subjek hukum. Misalnya, kelahiran, kematian, kadaluarsa.

A.   Perbuatan Subjek Hukum
Perbuatan subjek hukum dibagi menjadi dua, yaitu :
1.   Perbuatan subjek hukum yang merupakan perbuatan Hukum
Merupakan perbuatan yang akibat hukumnya dikehendaki oleh pelaku
Misalnya, perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa rumah
2.   Perbuatan subjek hukum yang bukan perbuatan hukum
Merupakan perbuatan subjek hukum yang akibat hukumnya tidak dikehendaki oleh pelaku
Misalnya, Zaakwarneming ( pasal 1354 KUH Perdata ) dan perbuatan melawan Hukum ( Onrechtmatigdad )



PERBUATAN HUKUM

Perbuatan hukum adalah setiap perbuatan atau tindakan subjek hukum yg mempunyai akibat hukum, dan akibat hukum itu memang dikehendaki oleh subyek hukum. Misalnya Sewa menyewa, jual-beli, hibah, nikah, dsb.
Perbuatan Hukum terdiri atas dua jenis, yaitu :
1.   Perbuatan hukum bersegi satu, yaitu perbuatan hukum yg dilakukan oleh satu pihak saja, misalnya pemberian wasiat, pengakuan anak, dsb.
2.   Perbuatan hukum bersegi dua, yaitu perbuatan hukum yg dilakukan oleh dua pihak atau lebih, misalnya perjanjian
3.   Perbuatan hukum bersegi banyak


AKIBAT HUKUM

Adalah akibat yg diberikan oleh hukum atas suatu peristiwa hukum atau perbuatan dari subjek hukum. Ada tiga jenis akibat hukum, yaitu :
1.   Akibat hukum berupa lahirnya, berubahnya, lenyapnya suatu keadaan hukum tertentu. Misalnya: Usia 21 tahun melahirkan suatu keadaan hukum baru dari tidak cakap bertindak menjadi cakap bertindak. Atau Orang dewasa yg dibawah pengampuan, melenyapkan kecakapan dalam tindakan hukum.
2.   Akibat hukum berupa lahirnya, berubahnya, atau lenyapnya suatu hubungan hukum tertentu. Misalnya : sejak Kreditur dan debitur melakukan akad kredit, maka melahirkan hubungan hukum baru, yaitu utang-piutang. Atau Sejak pembeli melunasi harga suatu barang, dan penjual menyerahkan barang tersebut, maka berubahlah atau lenyaplah hubungan hukum jual beli diantara mereka.
3.   Akibat hukum berupa sanksi, yang tidak dikehendaki oleh subjek hukum. Sanksi dari suatu akibat hukum berdasarkan pada lapangan hukum, dibedakan menjadi :

·         Sanksi Hukum di bidang hukum publik, diatur dalam pasal 10 KUHP, yg berupa Hukuman Pokok dan Hukuman Tambahan
·         Sanksi Hukum di bidang hukum privat, terdiri atas :
·         Melakukan Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatigedaad), diatur dalam pasal 1365 KUHPer, adalah suatu perbuatan seseorang yg mengakibatkan kerugian terhadap yg sebelumnya tidak diperjanjikan, sehingga ia diwajibkan mengganti kerugian.
·         Melakukan Wanprestasi, diatur dalam pasal 1366 KUHPer, yaitu akibat kelalaian seseorang tidak melaksanakan kewajibannya tepat pada waktunya, atau tidak dilakukan secara layak sesuai perjanjian, sehingga ia dapat dituntut memenuhi kewajibannya bersama keuntungan yg dpt diperoleh atas lewatnya batas waktu.

Sanksi Dari Aspek Sosiologis
1.  Sanksi dari aspek sosiologis merupakan persetujuan atau penolakan terhadap perilaku tertentu yg terdiri dari Sanksi Positif dan Sanksi Negatif. Sanksi Positif misalnya pemberian tanda jasa karena prestasi. Sanksi Negatif yaitu penjatuhan hukuman penjara kepada seseorang karena perbuatan pidanaatau melawan Hukum.

2. Sanksi Negatif dalam arti luas terdiri :
·         Pemulihan Keadaan
·         Pemenuhan Keadaan
·         Penjatuhan Hukuman

3.   Hukuman dalam arti luas dibedakan :
·         Hukuman Perdata, misalnya Ganti kerugian
·         Hukuman Administratif, misalnya Pencabutan Izin Usaha

·         Hukuman Pidana, misalnya siksaan materiil atau riil yaitu hukuman mati, penjara, dan kurungan. Dan siksaan moril atau idiil yaitu pengumuman putusan hakim, dan pencabutan hak-hak tertentu.

PERBUATAN MELAWAN HUKUM (ONRECHTMATIGEDAAD)

1.   Rumusan Pengertian dan Pelaksanaan Perbuatan Melawan Hukum sebelum 1919 dan sesudah 1919 (Arrest Hogeraad) 19 Desember 1919, adalah sebagai berikut :
2.   Sebelum 1919, perbuatan melawan hukum terjadi, apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum tertulis (UU) hanya dalam hal :
·         Melanggar Hak Orang Lain Yg Diakui UU, Atau Melanggar Ketentuan Hukum Tertulis Saja.
·         Bertentangan Dengan Kewajiban Hukum Si Pelaku, Misalnya Tidak Memberi Pertolongan Terhadap Seseorang Korban Kecelakaan, Padahal Mengetahui Kejadian Kecelakaan.
3.   Sesudah tahun 1919, yaitu setelah keluarnya Arrest (putusan) Hogeraad (MA) Belanda, pada tanggal 31 Desember 1919, memutuskan bahwa suatu perbuatan digolongkan melawan hukum apabila :
·         Setiap perbuatan atau kealpaan yg menimbulkan pelanggaran terhadap orang lain, atau bertentangan
·         dengan kewajiban hukum si pelaku.
·         Melanggar baik terhadap kesusilaan maupun terhadap kesaksamaaan yg layak dalam pergaulan masyarakat terhadap orang lain, atau benda milik orang lain.


Sumber : Hazairin, Hukum Islam dan Masyarakat cetakan 3 Jakarta: Bulan Bintang, 1963.
Purnadi Purbacaraka dan soerjono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, ( Bandung: Alumni 1982).
Farida Maria Indrawati, Ilmu Perundang-undangan jilid I: Kanisius, Yogyakarta.

Mertokusumo, Sudikno. 1989. Mengenal Hukum Suatu pengantar. Yogyakarta : Liberty.