KAIDAH & NORMA HUKUM DI INDONESIA
Telah diketahui bahwa disamping
norma/kaedah kepercayaan atau keagamaan, norma kesusilaan dan norma sopan
santun masih diperlukan norma hukum. norma hukum ini melindungi lebih lanjut
kepentingan-kepentingan manusia yang sudah mendapat perlindungan dari ketiga
kaedah lainnya dan melindungi kepentingan-kepentingan manusia yang belum
mendapat perlindungan dari ketiga kaedah tadi.
Norma hukum ditujukan terutama kepada
pelakunya yang konkrit yaitu dipelaku pelanggaran yang nyata-nyata berbuat,
bukan untuk penyempurnaan manusia, melainkan untuk ketertiban masyarakatagar
masyarakat tertib, agar jangan sampai jatuh korban kejahatan, agar terjadi
kejahatan.
Kaidah hukum berasal dari luar manusia. Kaidah hukum berasal dari kekuasaan
luar diri manusia yang memaksakan kepada kita (heteronom), masyarakatlah secara
resmi diberi kuasa untuk memberi sanksi / menjatuhkan hukuman
A. Perihal Norma
Hukum
Norma
atau kaidah merupakan pelembagaan nilai-nilai baik dan buruk dalam bentuk
tataaturan yang berisi kebolehan, anjuran dan perintah.
Norma adalah suatu ukuran yang harus
dipatuhi oleh seseorang dalam hubungannya dengan sesamanya ataupun dengan
lingkungannya. Dalam perkembangannya norma diartikan sebagai suatu ukuran atau
patokan bagi seorang untuk bertindak atau bertingkah laku dalam masyarakat,
jadi inti suatu norma adalah segala aturan yang harus dipatuhi.
Apabila ditinjaau dari segi
etimologinya, kata norma itu sendiri berasal dari bahasa latin, sedangkan
kaedah berasal dari bahasa arab. Norma berasal dari kata nomos yang
berti nilai kemudian dipersempit maknanya menjadi norma hukum. Sedangkan kaidah
dalam bahsa arab qo’idah berarti ukuran atau nilai pengukur. Jika
pengertian norma atau kaedah sebagai pelembagaan itu dirinci, kaedah atau norma
yang dimaksud dapat berisi:
·
kenbolehan atau yang dalam bahasa arab
disebut ibahah, mubah.
·
Anjuran positif untuk melakukan sesuatu
atau dalam bahasa arab disebut sunnah.
·
Anjuran negatif untuk tidak mengerjakan
sesuatu atau dalam bahsa arab disebut makruh.
·
Perintah positif untuk melakukan
sesuatu atau kewajiban (obligattere)
·
Perintah negatif untuk tidak melakukan
sesuatu.
Dalam teori yang dikenal dalam dunia
barat, norma-norma tersebut biasanya hanya digambarkan atas tiga macam saja
yaitu, obligattere, prohibere, permittere. Akan tetapi di Indonesia
dengan meminjam teori hukum fiqih, menurut Profesor Hazairin[1], norma terdiri atas lima
macam, yaitu:
a. Halal atau mubah (permittere)
b. Sunah
c. Makruh
d. Wajib (obligattere)
e. Haram (prohibere)
Dalam sistem ajaran islam, kelima
kaedah tersebut sama-sama disebut sebagai norma agama. Akan tetapi jika
diklasifikasikan, ketiga sistem norma agama (dalam arti sempit) sistem norma
hukum dan sistem norma etika (kesusilaan) dapat saja dibedakan satu sama lain.
Norma etika dapat dikatakan hanya menyangkut kaidah mubah (permittere),
sunnah dan makruh saja, sedangkan norma hukum berkaitan dengan kaedah mubah (permittere,
mogen) kewajiban atau suruhan (obligattere, gebot) dan larangan (prohibere,
verbod).
Kaidah kesusilaan yang dipahami sebagai
etika dalam arti sempit hanya dapat dimengerti sebagai kaedah yang timbul
dalam kegidupan peribadi (internal life)[2]. Karena itu, kaedah
semacam itu disebut juga dengan kesusilaan peribadi.
Norma hukum dapat dibentuk secara tertulis maupun tidak tertulis oleh
lembaga-lembaga yang berwenang membentuknya, sedangkan norma-norma moral, adat,
agama, dan lainnya, terjadi secaratidak tertulis tetapi tumbuh dan berkembang
dari kebiasaan-kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat.
Kaidah
atau norma hukum mempunyai sumber legitimasi dan sumber kekuatan mengikat pada
adanya norma hukum yang lebih tinggi, yang dijabarkan dalam kaidah hukum yang
lebih rendah, yang dilakukan oleh badan yang memiliki kewenangan dan kekuasaan
yang berhak memaksakan akibat atau sanksi terhadap suatu pelanggaran norma
hukum, diluar kehendak orang itu. Dengan demikian terdapat alat-alat kekuasaan
untuk memaksakan ketaatan terhadap norma hukum. Dari sudut asal-usul, sesuai
dengan pendirian aliran positivisme, maka kaidah hukum tersebut merupakan
kehendak pemegang kekuasaan, yang dituangkan dalam bentuk perundang-undangan.
Tindakan kemauan atau kehendak yang dirumuskan menjadi norma, agar menjadi sah
keberadaannya mensyaratkan adanya satu badan yang mempunyai kekuasaan atau
kewenangan untuk itu, sebagaimana sering dikatakan bahwa “tiada imperatif tanpa
seorang (suatu) imperator, tiada komando tanpa seorang komandan[3]. Akan tetapi kaidah atau
norma hukum adat dan kebiasaan, sebagaimana menjadi kenyataan pengalaman kita
sendiri merupakan norma yang sangat berbeda dilihat dari segi asal-usul
kelahirannya. Ia lahir dan berkembang dalam pergaulan hidup kemasyarakatan
sendiri, yang berwujud dalam keputusan-keputusan primus inter-pares dalam
penyelesaian sengketa yang dihadapkan kepadanya. Hukum itu tidak dibuat secara
artifisial melainkan di temukan dalam relung jiwa rakyatnya[4].
B. Statika dan
Dinamika Sistem Norma
Hans
Kelsen mengemukakan adanya dua sitem norma, yaitu sistem noram yang statik
(nomostatics) dan sistem norma yang dinamik (nomodynamics).
Sistem norma yang statik adalah sistem yang melihat ‘isi’ norma. Menurut sistem
norma yang statik, suatu norma hukum dapat ditarik menjadi norma-norma khusus.
Sistem norma yang dinamik adalah sitem norma yang dilihat dari berlakunya suatu
norma.
C. Perbedaan Norma
Hukum dan Norma Lainnya
Diantara perbedaanya adalah sebagai
berikut:
·
Suatu norma hukum itu bersifat
heteronom, dalam arti bahwa norma hukum itu datangnya dari luar diri seseorang.
Sedangkan norma hukum lainnya bersifat otonom, dalam arti norma itu datangnya
dari dalam diri seseorang.
·
Norma hukum dapat didekati dengan
sanksi pidana maupun sanksi secara fisik, sedangkan norma lainnya tidak dapat
didekati oleh sanksi pidana maupun pemaksa secara fisik.
·
Dalam norma hukum sanksi pidana atau
sanksi pemaksa itu dilaksankan oleh parat negara misalnya polisi, jaksa, hakim,
sedangkan terhadap pelanggaran norma-norma lainnya sanksi itu datangnya dari
diri sendiri, misalnya ada perasaan bersalah, perasaan berdosa.
D. Norma Hukum
Umum-Individual dan Norma hukum Abstrak-Konkreet
1. Norma
Hukum Umum dan Individual
Norma hukum umum adalah suatu norma hukum yang ditujukan untuk orang banyak (addressatnya)
umum dan tidak tertentu. Umum disini dapat berarti suatu bahwa peraturan itu
ditujukan untuk semua orang. Norma hukum ini sering dirumuskan dengan, barang
siapa, setiap orang, setiap warga negara, dll.
Norma hukum individual adalah suatu norma hukum yang ditujukan pada seseorang,
beberapa orang atau banyak orang yang telah tertentu, sehingga norma hukum yang
individual dapat dirumuskan sebagai berikut: Para pengemudi bis kota
Mayasari Bakti jurusan Blok M – Rawamangun yang beroperasi pada jam 7.00 sampai
jam 8.00 pagi pada tanggal 1 Oktober 2006 ... dst
2. Norma
Hukum Abstrak dan Norma Hukum Konkret
Norma hukum
abstrak adalah norma hukum yang melihat pada perbuatan seseorang yang tidak ada
batasnya dalam arti tidak konkret. Norma hukum abstrak ini merumuskan suatu
perbuatan itu secara abstrak. Norma hukum konkret adalah suatu norma hukum yang
melihat perbuatan seseorang itu lebih nyata (konkret).
Dari sifat-sifat norma hukum umum-individual dan norma hukum yang
abstrak-konkret, terdapat empat paduan kombinsai dari norma-norma tersebut,
yaitu:
a.
Norma hukum umum-abstrak
Adalah suatu norma hukum yang ditujukan
untuk umum dan perbuatannya masih bersifat abstrak. Dapat dirumuskan sebgai
berikut:
·
Setiap warga negara dilarang mencuri
·
Setiap orang dilarang membunuh
sesemanya
b. Norma
hukum umum-konkret
Adalah suatu norma hukum yang ditujukan
untuk umum dan perbuatannya sudah tertentu. Dapat dirumuskan sebagai berikut:
·
Setiap orang dilarang membunuh si Badu
dengan parang
c.
Norma hukum individul-abstrak
Adalah norma hukum yang ditujukan untuk
seseorang atau orang tertentu dan perbuatannya bersifat abstra (belum konkret).
Dirumuskan sebagai berikut:
·
Si Badu yang bertempat tinggal di Jl.
Flamboyan No. 21 Jakarta dilarang mencuri
d. Norma
hukum individul-konkret
Adalah norma hukum yang ditujukan untuk
seseorang atau orang tertentu dan perbuatannya bersifat konkret. Dirumuskan
sebagai berikut:
·
Si Badu, umur 20 tahun dilarang merokok
di kantor tempat ia bekerja.
E. Norma Hukum
Tunggal dan Norma Hukum Berpasangan
1. Norma
hukum tunggal
Norma hukum tunggal adalah suatu norma
hukum berdiri sendiri dan tidak diikuti oleh suatu norma hukum lainnya, jadi
isinya hanya merupakan suatu suruhan tentang bagaimana seseorang hendaknya
bertindak atau bertingkah laku. Contoh perumusannya: hendaknya engkau berperikemanusian.
2. Norma
hukum berpasangan
Adalah norma hukum yang terdiri atas
dua norma hukum, yaitu norma hukum sekunder naorma hukum primer.
a. Norma hukum
primer
Adalah norma hukum yang berisi
aturan/patokan bagaimana seseorang harus berperilaku dalam masyarakat. Biasanya
dirumuskan: hendaknya engkau tidak mencuri, hendaknya engkau tidak
menganiaya orang lain.
b. Norma hukum
sekunder
Adalah suatu norma hukum yang berisi
tata cara penanggulangannya apabila norma hukum primer itu tidak terpenuhi atau
dipatuhi. Norma hukum sekunder ini mengandung sanksi bagi seseorang yang tidak
mematuhi suatu ketentuan dalam norma hukum primer. Biasanya dirumuskan dalam
kalimat, hendaknya engkau yang mencuri dihukum, hendaknya engkau yang
menganiaya orang lain dihukum paling lama 10 tahun penjara.
F. Norma Hukum
Dalam Peraturan Perundang undangan
Menurut D.W.P Ruiter, dalam kepustakaan
di Eropa Kontinental, yang di maksud peraturan perundang undangan mengandung
tiga unsur:
1. Norma
hukum(rechtsnorm)
Sifat norma hukum dalam peraturan
perundang undangan dapat berupa:
·
Peeintah ( gebod)
·
Larangan (verbod)
·
Pengizinan (toestemming)
·
Pembebasan (vrijstelling)
2.
Berlaku ke luar (naar buiten warken)
Ruiter berpendapat bahwa, di dalam
peraturan perundanga undangan terdapat tradisi yang hendak membatasi berlakunya
norma hanya bagi mereka yang tidak termasuk dalam organisasi pemerintahan.
Norma yang mengatur hubungan antar bagian-bagian organisasi pemerintahan
dianggab bukan norma ysng sebenarnya, dan hanya di anggab norma organisasi.
Oleh karena itu, norma hukum dalam peraturan perundang-undangan selalu disebut
“berlaku ke luar”
3.
Bersifat umum dalam arti luas (algemeenheid in ruimezin)
Dalam hal ini terdapat pembedaan antara
norma yang umum dan yang individual, hal ini dilihat dari alamat yang
dituju, yaitu ditujukan kepada siapa “setiap orang” atau kepada “orang
tertentu”, serta antara norma yang abstrak dan konkret jika dilihat dari hal
yang diaturnya, apakah mengatur peristiwa-peristiwa yang tidak tertentu atau
mengatur peristiwa-peristiwa yang tertentu.
Menurut Ruiter, sebuah norma, (termasuk
norma hukum) mengandung unsur-unsur berikut:
a. Cara keharusan
berperilaku (modus van behoren)
b. Seorang atau sekelompok
orang (normadressat) disebut subyek norma.
c. Perilaku yang
dirumuskan (normgedrag) disebut obyek norma
d. Syarat-syaratnya (normcondities)
disebut kondisi norma.
Sumber : http://noeryz.blogspot.com/2012/04/kaidah-norma-hukum-di-indonesia.html